https://jabar.times.co.id/
Kopi TIMES

Utopia Bonus Demografi

Jumat, 25 November 2022 - 11:35
Utopia Bonus Demografi Waode Nurmuhaemin, Dokor Manajemen Pendidikan.

TIMES JABAR, JAKARTA – Data BPS tahun 2021 menjelaskan  bahwa pekerja Indonesia masih didominasi lulusan SD kebawah. Presentasinya sebesar 17,76 persen, sedangkan pekerja tamatan universitas dikisaran 10,8 persen Tahun 2022 ada 1,8 juta tamatan SMA yang tidak melanjukan kuliah dan menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada tahun ajaran 2020/2021 ada sekitar 83,7 ribu anak putus sekolah di seluruh Indonesia dari jenjang SD sampai SMA.

Tingkat penggangguran terbuka per Agustus 2022 berada dikisaran 5,8 persen menurut data BPS. Jumlah Penduduk Indonesia berdasarkan data Dukcapil saat ini adalah 275,36 juta jiwa per Juni 2022. Dari jumlah tersebut, ada 190,83 juta jiwa (69,3%) penduduk Indonesia yang masuk kategori  usia produktif (15-64 tahun). Terdapat pula 84,53 juta jiwa (30,7%) penduduk yang masuk kategori usia tidak produktif yaiu di atas 64 ahun dan di bawah 15 tahun.

Dengan demikian saat ini sesungguhnya kita sudah memasuki bonus demografi hingga puncaknya ditahun 2030 diramal usia produktif masyarakat Indosesia dikisaran 70 persen.

Namun, entah mengapa, semua memprediksi bahwa bonus demograpfi baru akan terjadi di 2030. Bonus demograpfi memang booming dimana-mana. Kita merasa terlimpahi berkah atas ramalan ini. Namun, sesungguhnya ada bencana besar yang mengintai jika tidak bisa dikelola dengan baik. Saat ini, kita tengah memasuki era 4.0, dan masyarakat 5.0. disrupsi melanda semua bidang. Jutaan pekerjaan hilang sebagaimana juga jutaan pekerjaan baru muncul.

Yang paling menjanjkan adalah pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan startup. Anak-anak muda yang fresh graduated berlomba-lomba mendirikan bisnis startup. Terinspirasi dari facebook, gojek, buka lapak, shopee dan lain-lain, bisnis starup ibarat cendawan dimusim hujan. Terlebih ketika pandemic Covid 19 selama dua tahun menghajar dunia, bisnis ini menemukan momentum. Banyak investor menanamkan modal di bisnis tersebut..

Namun akhir-akhir ini perlahan gambaran gemerlap bisnis startup goncang. Facebook melakukan PHK besar-besaran akibat bisnis Meta yang mengalami kerugian, begitu juga Shopee, Tweeter dan banyak perusahaan raksasa teknologi dihantam badai PHK akibat resesi keuangan perusahaan.

Kiamat startup seolah didepan mata. Belum lagi badan-badan keuangan dunia memprediksa tahun 2023 akan menjadi tahun berat nan gelap akibat resesi global. Investor akan berhati-hati dan tidak lagi jor-joran membelanjakan modal dibisnis yang identik dengan resiko bakar uang ini. Jika hal itu betul terjadi tentu saja PHK masal akan memicu angka penggaguran yang tinggi. Jumlah angka penggangguran terbuka sesungguhya berkali lipat jumlahnya dibanding apa yang dirilis oleh BPJS.

Bisa dilihat dalam satu rumah tangga, berapa orang yang betul-betul bekerja dan berapa orang yang tidak bekerja sama sekali. Hal itu tidak dapat diketahui dengan pasti akibat banyaknya PHK yang mengubah status seseorang dan juga jumlah fresh graduated yang baru wisuda yang bisa dikatakan sebagai penggangguran terdidik yang tentu saja masih luput dari pendataan. Masih banyaknya angka putus sekolah, pekerja yang didominasi pendidikan rendah, pengguran terdidik, lapangan kerja yang tidak menentu akan menjadi fakor-faktor yang menggembosi bonus demografi itu sendiri. 

Ada dua negara yang gagal memanfaatkan bonus demografi  yaitu Afrika selatan dan Brazil. Afrika selatan tenaga kerja usia produktif justru tidak terserap pada lapangan pekerjaan yang menjadikan mereka sebagai beban negara. Brazil dilanda resesi ekonomi ditahun –tahun bonus demografi negara itu yang berlangsung sejak tahun 70 an dan berakhir di tahun 2018. 

Bagaimana Indonesia?

Seperti yang saya sudah paparkan di atas, saat ini kita sudah memasuki fase bonus demografi. Angka usia produktif lebih banyak dari angka usia non produktif.  Gembar-gembor bahwa Indonesia baru akan memasuki bonus demografi ditahun 2030 adalah sesat kalau berdasarkan data Dukcapil tahun 2022 bahwa angka usia produkif sebanyak 69,3 persen dan angka penduduk non produktif adalah 30,7 persen dan akan berlangsung hingga tahun 2030. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Jumlah anak putus sekolah akan bertambah  dari tahun ketahun jika tidak segera diselesaikan. Angka penggangguran dikisaran 5 persen akan melonjak dengan ramalan resesi global ditahun 2023. Daya serap angkatan  kerja terdidik juga harus diperhatikan demikian juga peningkatan kualitas tenaga kerja yang didominasi tamatan sekolah dasar akan menimbulkan resiko terkena PHK kapan saja. 

Tahun 2030 masih delapan tahun lagi. Masih ada waktu untuk memperbaiki satu demi satu masalah yang terkait dengan SDM Indonesia. Anggaran pendidikan yang begitu besar hingga 500 triliyun lebih sudah saatnya dialokasikan kepada kebutuhan riil dilapangan. Meniadakan program-program yang tidak perlu sudah harus dilaksanakan. Program-program yang hanya buang anggaran tanpa ada manfaat harus dihilangkan. Infrasruktur sekolah segera dibenahi dan disamakan fasilitasnya dari Sabang sampai Merauke. Guru-guru yang bermutu jangan hanya terdesentralisasi di Jawa.

Angka stunting harus ditekan serendah-rendahnya. Generasi muda yang sehat wajib terwujud. Pemerintah harus bisa menciptakan lapangan-lapangan kerja baru yang selama ini tidak tersentuh. Masih banyak lahan-lahan tidur di NKRI. Perlu adanya regenerasi petani yang dianggap pekerjaan yang tidak menjanjikan. Berkacalah pada Thailand. Insentif untuk petani jor-joran dilakukan. Petani di Thailand adalah petani berdasi. Penghasilan mereka mencapai puluhan juta setiap bulan. Pemerintah menyediakan fasilitass modern untuk petani tidak usah heran, apabila kemudian kita mengimpor jeruk Bali dari Thailand.

Sektor peranian masih membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Negara kita dulu dikenal sebagai negara agraris. Namun saat ini, lahan pertanian semakin sempit, yang digusur unuk jalan dan industri. Hal lain yang harus dilakukan adalah menumbuhkan UKM-UKM baru dengan memudahkan pemberian kredit dengan bunga yang kecil dan cicilan yang ringan. Usaha-usaha mikro selama ini banyak menemui kendala dikarenakan sulitnya mendapatkan modal untuk mengembangkan usaha. Tentu saja mereka juga berhadapan dengan ketidak mampuan memasarkan bisnis terutama didaerah-daerah terpencil. 

Bonus demografi akan menjadi utopia jika hanya ramai diruang-ruang seminar. Perlu upaya nyata untuk menjadikan negara ini benar-benar siap. Saat ini kita sudah memasuki fase bonus demografi. Jangan mengulang sejarah Brazil yang sampai masa bonus demografi berakhir, mereka gagal memanfaaatkan momentum emas tersebut. Jika saat ini kita tidak segera berbenah, maka bonus demografi 2045 hanya akan menjadi utopia. 

***

*) Oleh: Waode Nurmuhaemin, Dokor Manajemen Pendidikan. Penerima beasiswa Ford Foundation untuk Studi Master di Malaysia dan Leadership di Universitas Arkansas Amerika Serikat, merupakan penulis artikel, opini dan buku pendidikan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jabar just now

Welcome to TIMES Jabar

TIMES Jabar is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.