TIMES JABAR, JAKARTA – Presiden Prancis Emmanuel Macron baru-baru ini menunjuk Michel Barnier, mantan negosiator Uni Eropa (UE) dalam proses Brexit, sebagai perdana menteri baru Prancis. Penunjukan Barnier dilakukan untuk menggantikan Gabriel Attal, yang telah menjabat selama delapan bulan terakhir.

Dalam pernyataan resmi dari Istana Elysee pada Kamis (5/9.2024), disebutkan bahwa Michel Barnier akan bertugas membentuk pemerintahan persatuan guna melayani negara dan bangsa Prancis.

Barnier, yang dikenal sebagai politisi berhaluan kanan-tengah, sebelumnya menjabat sebagai komisioner Uni Eropa serta menteri luar negeri Prancis, sebelum terlibat dalam penyelesaian proses Brexit sebagai penanggung jawab hubungan antara UE dan Inggris.

Dalam upacara serah terima jabatan, Barnier menyampaikan komitmennya untuk merespons tantangan, kemarahan, dan penderitaan rakyat Prancis dengan serius dan layak.

Presiden Macron juga mengungkapkan terima kasihnya kepada Gabriel Attal. "Attal telah memajukan negara dan berperan menjaga pengaruhnya dalam masa yang penting," ucap Macron melalui media sosial X.

Namun, penunjukan Barnier tidak diterima dengan baik oleh politisi sayap kiri di Prancis. Aliansi sayap kiri Front Populer Baru (NFP), yang meraih kursi terbanyak dalam pemilu legislatif 7 Juli lalu, menyatakan ketidakpuasan terhadap keputusan Macron.

Partai Sosialis, salah satu partai kiri terkemuka dan anggota koalisi NFP, menyebut Barnier tidak memiliki legitimasi politis yang memadai untuk memimpin pemerintahan. "Partai Sosialis akan menolak penunjukan Michel Barnier dan pemerintahan yang dibentuknya," tegas pernyataan partai tersebut melalui akun media sosial X.